Hastag, #Farhat #Abbas
Twitter, facebook, instagram. Siapa yang tidak mengenal media sosial yang paling populer ini? Anak-anak muda pasti memiliki sosial media-sosial media itu, atau paling tidak mereka memiliki salah satu diantaranya. Sosmed dalam diciptakan agar orang-orang bisa terhubung dengan lebih mudah dengan orang-orang di seluruh dunia. Baik yang telah dikenal di dunia nyata maupun yang ingin mencari kenalan atau teman baru. Bagi sebagian orang, menggunakan sosmed yang berlebihan dianggap sebagai sesuatu yang dilakukan oleh orang yang kurang kerjaan.
Berbicara tentang sosmed dan orang yang kurang kerjaan, pasti akan langsung terpikir dengan seseorang yang berkoar-koar akan mencalonkan diri sebagai calon presiden RI di pemilu 2014. Siapa lagi kalau bukan Farhat Abbas. Farhat Abbas menjadi pembicaraan di banyak kesempatan. Pasalnya Farhat Abbas senang me-retweet postingan orang-orang. Bukan hanya yang mention ke twitter dia saja, namun akun yang memakai hastag yang juga dipakai olehnya tidak lepas dari retweet-annya.
Apa yang dilakukan oleh Farhat Abbas ini tak lepas dengan yang namanya Liberalisasi informasi. Jika dijabarkan liberalisasi mempunyai arti kebebasan, dan informasi bearti pesan yang disampaikan atau yang diterima. Hubungannya sama teknologi komunikasi adalah informasi yang tersampaikan dan diterima bisa tersebar luas dengan bebas di new media. Yaitu internet.
Kondisi ini (liberalisasi informasi) sangat berbeda dengan masa-masa orde lama. Betapa kasihan wartawan yang berkiprah di jaman orde lama ini. Mereka sempat mengalami pembredelan pers. Sudah lagi alat yang digunalan dalam berkomunikasi belum secanggih sekarang. Pada jaman dulu (orde lama) media yang digunakan untuk menyampaikan informasi baru ada radio dan koran. Banyak kendala pada jaman dulu dalam menyampaikan dan menerima informasi. Baik dari sisi teknologi, maupun kepemerintahan sendiri.
Perlu disyukuri karena sekarang ini berada di era reformasi yang mana teknologi komunikasi berkembang dengan cepat. Dan rakyat Indonesia memperjuangkan kebebasan dan demokrasi untuk pers di Indonesia. Setelah juga mengalami masa yang sulit di masa orde baru, yang mana terjadi pergantian pers di Indonesia ke sistem pers Pancasila. Memang pers di masa ini lebih bebas, namun bebas yang bertanggung jawab. Yang mana profesi wartawan ini diatur dalam UU no 40 tahun 1999. Dan para wartawan ini mempunyai “kitap suci” yang disebut dengan kode etik jurnalistik.
Teknologi komunikasi yang muncul pada jaman kita sekarang ini, menyebabkan munculnya tren-tren baru dalam mendapatkan informasi, lebih tepatnya orang-orang bisa bertukar informasi. Seperti sosmed yang sudah disebutkan diatas tadi. Bahkan muncul juga istilah citizen jurnalism. Yang mana masyarakat biasa bisa berperan menjadi “wartawan”. Kompasiana.com sama wide shot di Metro TV ini contohnya.
Kembali ke Farhat Abbas yang sempat terlantar karena menjelaskan sedikit tentang perjalan pers di Indonesia berkaitan dengan liberalisasi informasi. Namun, saya rasa kelakuan Farhat ini malah jadi contoh pemanfaat kebebasan informasi yang terlalu berlebihan. Kenapa berlebihan? Ya kalau untuk di twitter sendiri, dia terlalu aktif. Atau lebih tepatnya kurang kerjaan itu tadi.
Celaan atau semacamnya yang ditujukan kepada Farhat Abbas dari orang-orang yang mungkin tidak suka atau gerah dengan tingkah Farhat juga menjadi salah satu contoh liberalisasi informasi. Dimana orang-orang ini dengan mudah mengejek Farhat melalui twitter. Bahkan Farhat sampai-sampai me-retweet mention dari orang-orang itu tadi.
Kalau untuk di media sendiri. Lebih rincinya infotainment yang menjadi sorotan sekarang disini. Farhat Abbas, cukup pintar dalam memanfaatkan kebebasan informasinya infotainment dengan mencari sensasi. Sama dengan banyak kasus yang dilakukan orang-orang. Ada orang yang mengaku hamil sama artis A. Jadi selingkuhannya artis B. Rebuatan lagu dangdut yang ndak seberapa bagus itu. Jadi korban penipuan dukun C. Ya banyak lah yang lain. Intinya mereka numpang tenar lah di TV.
Sedangkan kasus yang dimiliki Farhat ini cukup banyak. Yah, namanya juga orang terkenal. Akan disebutkan satu-satu ya kasus yang pernah menimpa om Farhat. Ada tu yang beliau berurusan sama om Deddy Corbuzier. Sindirannya terhadap Rhoma Irama yang juga pengen jadi capres kaya dia. Yang dia pengen mbubarin Coboy Junior. Trus ada juga masalah sama Anton Medan.
Untuk kasus yang paling baru ini. Berita Farhat dengan El, musisi Ahmad Dhani harus dicekal atau ndak boleh tayang. Dan media yang membahas kasus ini malah dapat peringatan dari KPI. Namun dari permasalahn yang dihadapi oleh mereka, memang sama sekali tidak mendidik bagi masyarakat Indonesia.
Jadi, menurut aku memang penting liberalisasi informasi itu. Sebagai orang yang bijak harusnya tau gimana cara memanfaatkan kebebasan arus informasi ini dengan baik. Kebebasan yang berlebihan, alias ujung-ujungnya cari sensasi itu meresahkan orang-orang yang ingin untuk mendapatkan informasi yang berguna bagi dirinya, malah diberi informasi yang tidak penting.
Bagaimana tidak, liberalisasi yang terlalu berlebihan, selain akan menimpukan keresahan bagi orang lain. Ternyata juga bisa menimbulkan cybercrime atau bahkan pertengkaran di dunia nyata yang berujung dengan peraduan di status sosial media.
Sedangkan dari sisi media sendiri, media juga seharusnya jika membuat agenda setting juga jangan asal mementingkan yang penting “hot”. Tapi juga yang bermanfaat untuk masyarakat. Setelah merasakan sendiri impasnya, setelah kasus Farhat Abbas dengan anaknya Ahmad Dhani tidak boleh tayang sama KPI. Dan kasus itu adalah salah satu contoh berita yang nggak mutu.
Sementara bagi lingkungan kecil, contohnya untuk berita satu angkatan dalam sebuah fakultas. Liberalisasi informasi saya rasa sudah cukup baik penggunaannya. Karena selain membantu dalam memberitakan informasi dengan lebih mudah, juga mempererat hubungan dalam satu angkatan.
FRANCISKA DESTI RIASITA
362012019
Berbicara tentang sosmed dan orang yang kurang kerjaan, pasti akan langsung terpikir dengan seseorang yang berkoar-koar akan mencalonkan diri sebagai calon presiden RI di pemilu 2014. Siapa lagi kalau bukan Farhat Abbas. Farhat Abbas menjadi pembicaraan di banyak kesempatan. Pasalnya Farhat Abbas senang me-retweet postingan orang-orang. Bukan hanya yang mention ke twitter dia saja, namun akun yang memakai hastag yang juga dipakai olehnya tidak lepas dari retweet-annya.
Apa yang dilakukan oleh Farhat Abbas ini tak lepas dengan yang namanya Liberalisasi informasi. Jika dijabarkan liberalisasi mempunyai arti kebebasan, dan informasi bearti pesan yang disampaikan atau yang diterima. Hubungannya sama teknologi komunikasi adalah informasi yang tersampaikan dan diterima bisa tersebar luas dengan bebas di new media. Yaitu internet.
Kondisi ini (liberalisasi informasi) sangat berbeda dengan masa-masa orde lama. Betapa kasihan wartawan yang berkiprah di jaman orde lama ini. Mereka sempat mengalami pembredelan pers. Sudah lagi alat yang digunalan dalam berkomunikasi belum secanggih sekarang. Pada jaman dulu (orde lama) media yang digunakan untuk menyampaikan informasi baru ada radio dan koran. Banyak kendala pada jaman dulu dalam menyampaikan dan menerima informasi. Baik dari sisi teknologi, maupun kepemerintahan sendiri.
Perlu disyukuri karena sekarang ini berada di era reformasi yang mana teknologi komunikasi berkembang dengan cepat. Dan rakyat Indonesia memperjuangkan kebebasan dan demokrasi untuk pers di Indonesia. Setelah juga mengalami masa yang sulit di masa orde baru, yang mana terjadi pergantian pers di Indonesia ke sistem pers Pancasila. Memang pers di masa ini lebih bebas, namun bebas yang bertanggung jawab. Yang mana profesi wartawan ini diatur dalam UU no 40 tahun 1999. Dan para wartawan ini mempunyai “kitap suci” yang disebut dengan kode etik jurnalistik.
Teknologi komunikasi yang muncul pada jaman kita sekarang ini, menyebabkan munculnya tren-tren baru dalam mendapatkan informasi, lebih tepatnya orang-orang bisa bertukar informasi. Seperti sosmed yang sudah disebutkan diatas tadi. Bahkan muncul juga istilah citizen jurnalism. Yang mana masyarakat biasa bisa berperan menjadi “wartawan”. Kompasiana.com sama wide shot di Metro TV ini contohnya.
Kembali ke Farhat Abbas yang sempat terlantar karena menjelaskan sedikit tentang perjalan pers di Indonesia berkaitan dengan liberalisasi informasi. Namun, saya rasa kelakuan Farhat ini malah jadi contoh pemanfaat kebebasan informasi yang terlalu berlebihan. Kenapa berlebihan? Ya kalau untuk di twitter sendiri, dia terlalu aktif. Atau lebih tepatnya kurang kerjaan itu tadi.
Celaan atau semacamnya yang ditujukan kepada Farhat Abbas dari orang-orang yang mungkin tidak suka atau gerah dengan tingkah Farhat juga menjadi salah satu contoh liberalisasi informasi. Dimana orang-orang ini dengan mudah mengejek Farhat melalui twitter. Bahkan Farhat sampai-sampai me-retweet mention dari orang-orang itu tadi.
Kalau untuk di media sendiri. Lebih rincinya infotainment yang menjadi sorotan sekarang disini. Farhat Abbas, cukup pintar dalam memanfaatkan kebebasan informasinya infotainment dengan mencari sensasi. Sama dengan banyak kasus yang dilakukan orang-orang. Ada orang yang mengaku hamil sama artis A. Jadi selingkuhannya artis B. Rebuatan lagu dangdut yang ndak seberapa bagus itu. Jadi korban penipuan dukun C. Ya banyak lah yang lain. Intinya mereka numpang tenar lah di TV.
Sedangkan kasus yang dimiliki Farhat ini cukup banyak. Yah, namanya juga orang terkenal. Akan disebutkan satu-satu ya kasus yang pernah menimpa om Farhat. Ada tu yang beliau berurusan sama om Deddy Corbuzier. Sindirannya terhadap Rhoma Irama yang juga pengen jadi capres kaya dia. Yang dia pengen mbubarin Coboy Junior. Trus ada juga masalah sama Anton Medan.
Untuk kasus yang paling baru ini. Berita Farhat dengan El, musisi Ahmad Dhani harus dicekal atau ndak boleh tayang. Dan media yang membahas kasus ini malah dapat peringatan dari KPI. Namun dari permasalahn yang dihadapi oleh mereka, memang sama sekali tidak mendidik bagi masyarakat Indonesia.
Jadi, menurut aku memang penting liberalisasi informasi itu. Sebagai orang yang bijak harusnya tau gimana cara memanfaatkan kebebasan arus informasi ini dengan baik. Kebebasan yang berlebihan, alias ujung-ujungnya cari sensasi itu meresahkan orang-orang yang ingin untuk mendapatkan informasi yang berguna bagi dirinya, malah diberi informasi yang tidak penting.
Bagaimana tidak, liberalisasi yang terlalu berlebihan, selain akan menimpukan keresahan bagi orang lain. Ternyata juga bisa menimbulkan cybercrime atau bahkan pertengkaran di dunia nyata yang berujung dengan peraduan di status sosial media.
Sedangkan dari sisi media sendiri, media juga seharusnya jika membuat agenda setting juga jangan asal mementingkan yang penting “hot”. Tapi juga yang bermanfaat untuk masyarakat. Setelah merasakan sendiri impasnya, setelah kasus Farhat Abbas dengan anaknya Ahmad Dhani tidak boleh tayang sama KPI. Dan kasus itu adalah salah satu contoh berita yang nggak mutu.
Sementara bagi lingkungan kecil, contohnya untuk berita satu angkatan dalam sebuah fakultas. Liberalisasi informasi saya rasa sudah cukup baik penggunaannya. Karena selain membantu dalam memberitakan informasi dengan lebih mudah, juga mempererat hubungan dalam satu angkatan.
FRANCISKA DESTI RIASITA
362012019
Komentar
Posting Komentar